Rabu, 07 Maret 2012

Tuan Putri oh Tuan Putri

Mataku meratapi ruangan kerja yang bersih dan tertata rapi itu,
lantainya beralaskan kayu, furniture nya modern, suasananya sangat nyaman sekali untuk ditempati sebagai ruang kerja..
kaca yang besar memancarkan sinar-sinar matahari yang menjadikan ruangan ini indah..
artistik..

tanganku masih tak lepas dari amplop coklat besar yang dari kemarin aku bawa-bawa ke mana mana, sebuah bukti kenekatanku akan ingin lepas dari kenyamanan orang tuaku.

masih kosong, hanya aku sendiri duduk di sofa empuk berbahan kulit,
walau mataku masih menelusuri sudut-sudut ruangan itu, pikiranku melayang jauh ke...

KEMARIN.

"ini anak saya" ujar ayah memperkenalkan ku ke kerabat-kerabatnya,
mereka mengenakan setelan yang rapi, jas kemeja dan dasi. menjabat tanganku dengan hangat.
"oh dia yang project manager ini yah?" kata mereka, lalu sambil mengangguk-angguk, yang seperti mencari-cari kata untuk memuji "hebat-hebat,, masih muda dan cantik"
ayah tersenyum lebar sambil menarikku untuk berkenalan dengan lebih banyak orang..
oh~ para eksekutif,, -memuji- sudah jadi kewajiban yang pasti saat berkenalan dengan orang.
entah tulus entah tidak, aku hanya tersenyum datar.

"oh ini putri kebanggaannya toh? hebat yah cantik loh pak.." kata seorang ibu-ibu berlipstik tebal. tertawa-tawa dengan genit. "sudah punya pacar belom??"
"ada kenalan bu?" jawab ayah, ikut bermain dalam tanya-jawab itu.
"yah anak saya ini nanti akan... begini... dan begitu... lalu rencanannya.. " dan ribuan rencana hebat yang membuat orang-orang terkagum-kagum.

sebenarnya aku tidak sehebat itu sih, tapi melihat ayah membanggakanku adalah hal paling menyenangkan walaupun kebanyakan melihat ekspresi lawan bicaranya yang seakan berkata... "bosenn deh gw denger soal anak lu truss!"

whatever. aku kan tuan putri di keluargaku. putri satu-satunya.
memangnya hanya orangtuaku saja yang membanggakan anak-anaknya? tidak kan?


HARI INI

tapi hari ini aku menempuh jarak sejauh 10 jam untuk berada di ruangan ini,
berada di suatu tempat yang sungguh asing, kota asing, dan aku ingin mencoba keberuntungan di sini... melamar kerja.

riwayat hidup telah kutata rapi di dalam amplop yang kubawa jauh2 dari kotaku,
berada di suatu perusahaan yang katanya - hebat -.

GREEKK... pintu berdecit, seorang tua dengan muka serius berdasi masuk ke dalam ruangan itu.
dia melihatku sekilas, lalu membenarkan kaca matanya dan duduk di kursi belakang meja kerja.

"silahkan duduk" katanya
aku buru-buru duduk di hadapannya, tersenyum sambil menyerahkan amplop ku.
dia membukanya dan melihatnya dengan nampak cermat. "desainer.. jago donk aplikasinya"
"ah tidak begitu pak" ujarku, malu-malu.
"kalau begitu, bisa buat seperti di tv-tv?" tanyanya
"ah belom pak.."
"berapa lama belajar desain?"
"empat tahun pak, waktu kuliah"
"cukup? sekarang merasa sudah bisa?"
aku diam, tidak tahu harus menjawab apa, pertanyaan ini menjebak sekali.
kalau aku bilang bisa : terus dikasi suruh buat animasi setaraf dreamworks atau walt disney kan gak mungkin...
kalau aku bilang tidak bisa : berati anggapannya aku masih bodoh?
"lumayan pak" tidak ada kata yang lebih tepat dibanding -lumayan-
"sebenarnya kalau cuma lumayan saja, banyak orang yang lumayan di luar sana... dan mereka juga pengangguran" dia membenarkan lagi kaca matanya. raut mukanya masih serius.
"ah iya pak"
"saya lihat dari penampilan kamu orang yang berada, kamu mau bekerja di sini sih terserah saja.. " kata bapak itu lagi, nadanya jadi ogah-ogah an. "tapi dengan level lumayan saja, apa yang kamu bisa perbuat untuk berkompeten dengan pegawai yang lain? yang taraf level mereka lebih tinggi.. itu saja mereka sudah 5-10 tahun belum naik jabatan" katanya
aku diam. kepalaku berpikir cepat. menangkap maksud-maksud dari kata-katanya.

"ayahh..!!!" seru lembut seorang gadis sekitar 17 tahun yang tiba-tiba masuk dari balik pintu.
aku dan si bapak terkejut bersamaan berpaling ke arah datangnya suara.
"oh.. ada tamu yah.. maaf" ujar si gadis itu.
"loh, kamu sudah selesai les gambar?" tanya bapak itu.
"belom lah, aku cabut, males banget deh les gambar.. aku gak sukaa gambar-gambar" jawab gadis itu berjalan ke arah kami.
"gimana sih? kamu kan nanti bakalan ke lapangan ngecekin billboard, juga mimpin di cabang luar kota perusahaan nanti.. kalo gak ngerti soal gambar.. "
MENDADAK DADAKU BERDEBAR. MENYADARI SESUATU.
"males ah ayah" lalu dia melihatku, "sori kalau lagi ada tamu, aku pergi dulu yah..nanti ke sini lagi" lalu tersenyum simpul.

gadis ini cantik sekali. benar-benar tuan putri.
tuan putri oh tuan putri. sementara aku jauh-jauh mengemis untuk mencari pekerjaan dan sesuap nasi dengan berbekal sedikit -lumayan- skill yang aku punya.
mendadak seperti dibandingkan oleh seorang tuan putri yang tanpa skill apapun, dia tetap seorang tuan putri. hingga aku sehebat apapun, selamanya juga tetap tidak akan menyamai tuan putri ini...

"saya mengerti pak, ka..kalau begitu saya pamit dulu" aku berkata lambat, berdiri, mengambil kembali amplop coklatku, dan beranjak pergi.
si bapak mengangguk dengan penuh kemenangan mengiringi kepergianku...


Ternyata,,walau setiap gadis adalah tuan putri dari keluarganya masing-masing, hidup terus memperbandingkan antara satu dengan yang lain, mengkompeten satu dengan yang lain, yang naas-nya sudah takdir jalan hidup yang dibuat dari orang tua mereka...

--- aku masih pengangguran ---